Weekly Perspective - W3 May 2019

China akan menaikkan tarif impor untuk barang Amerika per 1 Juni 2019

  • Setelah Amerika Serikat (AS) menaikkan tarif impor untuk barang-barang China dari 10% menjadi 25% senilai USD 200 milyar yang berlaku pada hari Jumat 10 Mei 2019, China akan melakukan balasan secepatnya kepada AS dengan menaikkan tarif terhadap 5140 produk impor dari Amerika dari sebelumnya 5% dan 10% menjadi 20% dan 25% sebesar USD 60 milyar per tanggal 1 Juni 2019. 
  • Di tengah situasi yang tidak kondusif antar kedua negara, Presiden AS Donald Trump kembali mengeluarkan kebijakan yang dapat menambah ketegangan kedua negara dengan mengeluarkan perintah eksekutif tanggal 15 Mei 2019  yang isinya melarang penggunaan Huawei oleh Perusahaan – Perusahaan Amerika dan bagi Perusahaan AS yang memasok barang kepada Huawei harus mendapatkan izin khusus dari Pemerintah. 

Neraca perdagangan Indonesia bulan April 2019 defisit USD 2.50 Milyar

  • Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa neraca perdagangan bulan April 2019 mengalami defisit USD -2.50 milyar (estimasi konsensus:  USD -500 juta) yang merupakan defisit tertinggi sepanjang sejarah, sebelumnya defisit tertinggi terjadi pada bulan Juli 2013 sebesar USD -2.30 milyar. Nilai ekspor di bulan April 2019 sebesar USD 12.60 milyar turun sebesar 10.80% secara Month to Month (MtM) sedangkan secara Year on Year (YoY) turun lebih dalam yaitu 13.10%. Adapun nilai impor sebesar USD 15.01 milyar turun 12.25% secara MtM dan secara YoY hanya turun 6.58%.
  • Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDGBI) yang berlangsung tanggal 16 Mei 2019 memutuskan untuk mempertahankan tingkat bunga BI-7 Day Reverse Repo Rate di level 6.00%. Suku bunga Deposit Facility dan Lending Facility juga ditahan masing-masing sebesar 5.25% dan 6.75%. BI akan terus mencermati bagaimana perkembangan ekonomi global kedepannya terutama terkait dengan perang dagang AS dan China yang memicu potensi perlambatan ekonomi global dan stabilitas perekonomian Indonesia kedepannya. 

Sentimen Trade War memberikan dampak negatif Pasar Saham dan Obligasi

  • Selama sepekan terakhir periode (13 – 17 May 2019) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan yang sangat dalam -6.16% ditutup di level 5,826.86 melanjutkan penurunan selama tiga minggu berturut-turut. Penurunan IHSG masih dipengaruhi oleh sentimen negatif perang dagang AS dan China serta ditambah rilis data domestik defisit neraca perdagangan tertinggi sepanjang sejarah sebesar USD -2.50 milyar sehingga membuat nilai tukar Rupiah kembali melemah dari level Rp 14,340/USD ke level Rp 14,440/USD. Penurunan IHSG diikuti oleh net sell yang dilakukan oleh investor asing selama week to date sebesar Rp -3.60 triliun dan Rp -8.00 triliun secara month to date yang terdiri dari saham-saham sektor Banking, Basic Industry, Infrastructure dan Miscellaneous Industry sehingga secara year to date posisiinvestor asing berubah dari net buy menjadi net sell sebesar Rp -2.00 triliun. Seluruh sektor mengalami penurunan dimana yang mengalami penurunan terbesar yaitu Basic Industry  -9.32%, Infrastructure -7.90%, Property Real Estate -7.27% dan Miscellaneous Industry -7.00%.
  • Sedangkan untuk pasar obligasi domestik harga Surat Utang Negara (SUN) yang mengacu pada Bloomberg Indonesia Local Sovereign Bond Index (BINDO) juga mengalami penurunan sebesar -0.20% didorong oleh melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar. Penurunan harga obligasi sejalan dengan pergerakan yield SUN 10 tahun yang mengalami kenaikan dari level yield 8.05% menjadi 8.08%. Kami melihat pergerakan pasar obligasi di bulan Mei 2019 akan didorong oleh faktor global terutama yang berkaitan dengan perundingan antara Amerika dan China terkait dengan perang dagang yang terancam gagal mencapai kesepakatan, sedangkan dari sisi domestik neraca perdagangan dan perbaikan current account deficit tetap menjadi perhatian dari para pelaku pasar kedepannya. Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) per tanggal 16 Mei 2019 investor asing membukukan net sell secara month to date sebesarRp 5.00 triliun dan year to date sebesar Rp 61.00 triliun di pasar obligasi domestik dari posisi akhir Desember 2018 sebesar Rp 893.20 triliun menjadi 954.20 triliun.
  • Portfolio Reksa Dana Saham kembali melakukan akumulasi pembelian pada saham-saham khususnya blue-chip dan mid-cap yang mengalami koreksi dengan beberapa sektor pilihan diantaranya Finance (Banking), Consumer, Infrastructure dan Miscellaneous Industry serta meningkatkan alokasi portfolio di level moderat 90 – 93% untuk memaksimalkan Return Portfolio. Reksa Dana Obligasi kembali melakukan akumulasi SUN benchmark seri panjang yang mengalami koreksi tenor 10 dan 15 tahun secara bertahap serta durasi portfolio mulai kembali ditingkatkan ke durasi 7.00. Alokasi Obligasi Korporasi tenor pendek (3 tahun) dengan kupon yang tinggi dijaga untuk menahan volatilitas market dan memaksimalkan Return Reksa Dana.



DISCLAIMER INVESTASI MELALUI REKSA DANA MENGANDUNG RESIKO. CALON PEMODAL WAJIB MEMBACA DAN MEMAHAMI PROSPEKTUS SEBELUM MEMUTUSKAN UNTUK BERINVESTASI MELALUI REKSA DANA. KINERJA MASA LALU TIDAK MENCERMINKAN KINERJA MASA DEPAN.

PT Majoris Asset Management (“Majoris”) telah memperoleh izin usaha sebagai Manajer Investasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan dalam melakukan kegiatannya diawasi oleh OJK. Dokumen ini dibuat oleh Majoris hanya sebagai informasi singkat dan disesuaikan dengan ketentuan Peraturan yang berlaku. Segala perhatian telah diberikan secara seksama untuk menyakinkan bahwa informasi yang disajikan dalam dokumen ini tidak menyesatkan. Namun demikian, Calon Pemodal tidak disarankan untuk hanya mengandalkan keterangan dalam dokumen ini. Kerugian yang mungkin timbul karenanya tidak akan ditanggung.


Download PDF



Back to list