Weekly Perspective - W1 May 2019

Trump akan menaikkan tarif impor terbaru untuk barang-barang China

  • Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali melakukan tindakan yang berpotensi menggagalkan proses negosiasi trade war antara AS dan China dimana pada hari Jumat 3 Mei 2019 mengeluarkan statement akan menaikkan tarif impor untuk barang-barang dari China dengan nilai total USD 200 Milyar dari 10% menjadi 25%. Selain itu Trump juga mengancam akan menaikkan lagi tarif impor China sebesar USD 325 Milyar setiap tahunnya. China sendiri merespon rencana Trump dengan mengatakan bahwa perwakilan China akan menunda kunjungannya ke Washington pada pekan ini apabila proses negosiasi dilaksanakan di bawah tekanan. Meningkatnya tensi dua negara terkait trade war akan semakin meningkatkan kekhawatiran pelaku pasar di tengah proyeksi pertumbuhan ekonomi global di tahun 2019 yang diestimasi oleh IMF dan World Bank akan mengalami penurunan.
  • Rilis data US-Non Farm Payroll (UNFP) bulan April 2019 mengalami peningkatan 237 ribu (estimasi konsensus: 190 ribu) dan unemployment rate yang mengalami penurunan dari 3.70% ke 3.60% yang merupakan level terendah sejak tahun 1969. Pertumbuhan tenaga kerja yang masih cukup solid sejalan dengan rencana The Fed untuk mempertahankan Fed Fund Rate dan menyesuaikan kebijakan moneternya dalam waktu dekat. 

Pertumbuhan ekonomi Indonesia Q1 2019 mencapai 5.07%

  • Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia (GDP) di Q1 2019 sebesar 5.07%, lebih rendah dibandingkan ekspektasi konsensus sebesar 5.19%. Pertumbuhan ekonomi didorong oleh konsumsi dalam negeri yang mengalami peningkatan sebesar 5.01% dibandingkan Q1 2018 sebesar 4.94% dan perdagangan barang serta jasa juga mengalami peningkatan 5.26% dibandingkan periode Q1 2018 sebesar 4.92%.
  • Laju inflasi bulan April 2019 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 0.44% (April 2018: 0.10%) secara Month to Month (MtM) merupakan inflasi yang tertinggi di bulan April sejak April 2008. Kenaikan inflasi di bulan April 2019 dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan makanan terutama bawang merah, bawang putih dan sayuran. Namun secara Year on Year (YoY) inflasi tahunan masih terkendali di level 2.83% dan masih dalam range yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 2.50 – 4.50%. 

Pelemahan nilai tukar Rupiah memberikan sentimen negatif di pasar Saham dan Obligasi

  • Selama sepekan terakhir periode (29 April – 03 May 2019) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan -1.28% ditutup di level 6,319.45 melanjutkan penurunan di minggu sebelumnya dampak negatif dari pelemahan nilai tukar Rupiah ke level Rp 14,280/USD dari posisi sebelumnya Rp 14,150/USD. Meskipun IHSG mengalami penurunan signifikan, net sell yang dilakukan oleh investor asing selama week to date hanyasebesar Rp -700 milyar yang terdiri dari saham-saham sektor Banking, infrastructure, consumer dan Miscellaneous Industry. Secara year to date investor asing juga masih membukukan net buy sebesar Rp 13.10 triliun. Hampir seluruh sektor mengalami penurunan dimana yang mengalami kenaikan hanya sektor Agriculture +0.93% dan Trade Services +0.34%. Sedangkan sektor yang mengalami penurunan terbesar yaitu Basic Industry -3.38%, Mining -2.82%, Miscellaneous Industry -2.33% dan Property -2.23%.
  • Sedangkan untuk pasar obligasi domestik harga Surat Utang Negara (SUN) yang mengacu pada Bloomberg Indonesia Local Sovereign Bond Index (BINDO) juga mengalami penurunan sebesar -0.60% didorong oleh melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar. Penurunan harga obligasi sejalan dengan pergerakan yield SUN 10 tahun yang mengalami kenaikan dari level yield 7.77% menjadi 7.90%. Kami melihat pergerakan pasar obligasi di bulan Mei 2019 akan didorong oleh sentimen di pasar global terutama yang berkaitan dengan perundingan antara Amerika dan China terkait dengan perang dagang yang belum mencapai kata sepakat, sedangkan dari sisi domestik data inflasi, neraca perdagangan dan perbaikan  current account deficit akan menjadi perhatian dari para pelaku pasar kedepannya. Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) per tanggal 29 April 2019 investor asing membukukan net buy secara month to date sebesarRp 24.00 triliun dan year to date sebesar Rp 69.00 triliun di pasar obligasi domestik dari posisi akhir Desember 2018 sebesar Rp 893.20 triliun menjadi 963.40 triliun.
  • Portfolio Reksa Dana Saham kembali melakukan akumulasi pembelian pada saham-saham khususnya blue-chip dan mid-cap yang mengalami koreksi dengan beberapa sektor pilihan diantaranya Finance (Banking), Consumer, Infrastructure dan Miscellaneous Industry serta menjaga alokasi portfolio di level 92 – 97% untuk memaksimalkan Return Portfolio. Reksa Dana Obligasi kembali melakukan akumulasi SUN benchmark seri panjang tenor 10 dan 15 tahun secara bertahap serta durasi portfolio mulai diturunkan perlahan dari 7.50 ke durasi 6.50. Alokasi Obligasi Korporasi tenor pendek (3-5 tahun) dengan kupon tinggi dijaga untuk menahan volatilitas market dan memaksimalkan Return Reksa Dana.




DISCLAIMER INVESTASI MELALUI REKSA DANA MENGANDUNG RESIKO. CALON PEMODAL WAJIB MEMBACA DAN MEMAHAMI PROSPEKTUS SEBELUM MEMUTUSKAN UNTUK BERINVESTASI MELALUI REKSA DANA. KINERJA MASA LALU TIDAK MENCERMINKAN KINERJA MASA DEPAN.

PT Majoris Asset Management (“Majoris”) telah memperoleh izin usaha sebagai Manajer Investasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan dalam melakukan kegiatannya diawasi oleh OJK. Dokumen ini dibuat oleh Majoris hanya sebagai informasi singkat dan disesuaikan dengan ketentuan Peraturan yang berlaku. Segala perhatian telah diberikan secara seksama untuk menyakinkan bahwa informasi yang disajikan dalam dokumen ini tidak menyesatkan. Namun demikian, Calon Pemodal tidak disarankan untuk hanya mengandalkan keterangan dalam dokumen ini. Kerugian yang mungkin timbul karenanya tidak akan ditanggung.


Download PDF



Back to list